Travelnesia.id – Umat muslim kerap melakukan ziarah makam Wali Songo untuk mengenang jasa-jasa nya. Wisata religi ini lebih banyak lagi dilakukan menjelang Ramadan meski dapat pula dilakukan di waktu-waktu lainnya.
Wali Songo sendiri adalah tokoh Islam yang dihormati di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, karena peran historis mereka dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
Setiap anggota Wali Sanga saling dikaitkan dengan gelar Sunan dalam bahasa Jawa, konteks ini berarti “terhormat”.
Makam Wali Songo dihormati oleh masyarakat Jawa sebagai lokasi ziarah di Jawa sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih atas manfaat dan syafaat yang mereka amalkan pada masa hidupnya. Dalam tradisi Jawa makam memiliki istilah pundhen.
Kalau kamu tertarik untuk melakukan perjalanan wisata religi ini, berikut adalah daftar makam Wali Songo di Pulau Jawa beserta sedikit kisah tokohnya.
Makam Wali Songo di Pulau Jawa
1. Makam Sunan Gresik
Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim atau juga disebut Maulana Maghribi). Berbagai sumber menyebut bahwa beliau merupakan seorang keturunan Arab yang dilahirkan pada abad ke-14 di Uzbekistan, Asia Tengah.
Sunan Gresik tiba di nusantara sekitar awal abad ke-14 dari Champa (Vietnam). Gresik, Jawa Timur, menjadi wilayah tempatnya tiba sekaligus menyebarkan agama Islam hingga akhirnya meninggal. Beliau pun dimakamkan di sebuah bangunan berbentuk pendopo yang juga menjadi area makam istri dan anaknya.
Konon, Sunan Gresik adalah orang pertama yang menyebarkan Islam di tanah Jawa dan bahkan menjadi senior serta guru dari Wali Songo lainnya. Kala itu beliau merangkul masyarakat Jawa yang tersisihkan pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit.
2. Makam Sunan Ampel
Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Muhammad Ali Rahmatullah (dikenal juga dengan nama Raden Rahmat). Beliau merupakan anak dari Sunan Gresik sekaligus keponakan seorang Prabu Brawijaya.
Sunan Ampel datang ke Indonesia karena adanya gonjang-ganjing politik di Champa, daerah asal ibunya yang tak lain merupakan seorang putri dari Kerajaan Champa.
Beliau sempat singgah sebentar di Palembang dan bahkan mengislamkan Adipati Palembang Arya Damar. Selain itu, Tuban menjadi persinggahan lain sebelum akhirnya Sunan Ampel diberi sebidang tanah di kawasan Ampel, Surabaya, oleh Prabu Brawijaya.
“Bapak Para Wali” menjadi sebutan lain untuk Sunan Ampel lantaran melahirkan tujuh anak dan dua diantaranya kelak menjadi Wali Songo, yakni Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Sunan Ampel meninggal sekitar tahun 1481 dan dimakamkan di kawasan Ampel, tepatnya di sisi barat Masjid Ampel Surabaya.
3. Makam Sunan Bonang
Sunan Bonang alias Raden Makdum Ibrahim adalah ulama anggota Wali Songo yang juga putra dari Sunan Ampel. Selain mendapat bekal ilmu dari sang ayah, Sunan Bonang juga belajar dari Syekh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri.
Salah satu cara dakwah Sunan Bonang adalah melalui seni—termasuk gamelan. Konon, beliau juga merupakan salah satu jenis gamelan yang memiliki tonjolan di sisi tengahnya yang sering disebut “bonang”. Dari situ pula nama Sunan Bonang melekat padanya.
Perjalanan dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur, dan mendirikan langgar di tepi Sungai Brantas. Setelah itu, beliau bertolak ke Demak, Jawa Tengah, dan beberapa daerah lain untuk meneruskan dakwahnya. Pada akhir hayatnya, Sunan Bonang dimakamkan di Tuban.
4. Makam Sunan Giri
Sunan Giri mempunyai banyak nama lain: Joko Samudro dan Muhammad Ainul Yaqin, dan Raden Paku. Di samping itu, beliau juga merupakan seorang raja yang memerintah Kerajaan Giri Kedaton, Gresik, sehingga dikenal pula dengan nama Prabu Satmata.
Saat beranjak besar, Sunan Giri dipondokkan di pesantren Ampel Denta, yakni pesantren milik Sunan Ampel. Beliau juga melaksanakan ibadah haji dan memperdalam keislaman di Mekah sebelum akhirnya mendirikan pesantren di Giri. Di daerah ini pula makam Sunan Giri berada.
Di samping pendidikan, penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Giri melalui pendekatan karya seni dan permainan anak-anak. Beberapa tembang anak karya Sunan Giri yang populer adalah Padang Bulan dan Cublak-Cublak Suweng.
5. Sunan Drajat
Putra bungsu Sunan Ampel sekaligus adik Sunan Bonang ini juga dikenal dengan nama Raden Qasim, Sunan Mayang Madu, Pangeran Kadrajat, Maulana Hasyim, dan Raden Syarifuddin. Gelar Sunan Mayang Madu yang dimilikinya merupakan pemberian Raden Patah.
Sunan Drajat belajar keislaman secara langsung dari sang ayah. Begitu beranjak dewasa, beliau lantas merantau ke Cirebon untuk berguru ke Sunan Gunung Jati. Sunan Drajat lantas menikahi putri Sunan Gunung Jati dan kembali ke Ampel bersama istrinya.
Sunan Ampel kemudian meminta anaknya berdakwah ke daerah Gresik. Sunan Drajat menuruti perintah ayahnya dan menyebarkan Islam di sana. Di masa tuanya, Sunan Drajat kemudian pindah ke ke kawasan Dalem Wungkur dan menghabiskan hari-harinya dengan berdakwah hingga menutup usia.
6. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan anak dari Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban kala itu. Beliau dilahirkan pada sekitar 150 Masehi dengan nama Raden Said. Berbeda dari masa kecil Wali Songo lainnya, Sunan Kalijaga muda sangatlah nakal dan terkenal suka berjudi, mencuri, minum minuman keras, dan melakukan banyak perbuatan tercela.
Sampai suatu hari, Sunan Kalijaga yang diusir oleh ayahnya bertemu dan merampok Sunan Bonang. Dari situlah kehidupan Sunan Kalijaga berubah.
Sunan Kalijaga menjadi ulama Wali Songo dengan pengaruh dan cakupan dakwahnya yang paling luas di Tanah Jawa. Namun, tak ada catatan pasti yang menyebut kapan Sunan Kalijaga meninggal dunia. Adapun makamnya berada sekitar 3 km dari Masjid Agung Demak.
7. Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah salah satu alumni Pesantren Ampel Denta. Beliau lahir dari keluarga bangsawan dengan nama Ja’far Shadiq. Ayahnya sendiri merupakan Usman Haji bin Ali Murtadha, seorang panglima Kerajaan Demak sekaligus saudara kandung Sunan Ampel.
Sebelumnya, Sunan Kudus juga merupakan imam besar Masjid Agung Demak dan hakim di Kerajaan Demak. Namun, beliau lantas pindah ke kawasan Tajug saat terjadi perselisihan internal di tubuh kerajaan. Di kawasan Tajug itulah Sunan Kudus fokus berdakwah.
Dakwah beliau diterima dengan baik dan membuat wilayah Tajug berganti nama menjad Kudus. Nama tersebut diambil dari kata Al-Quds, sebuah kota suci di Yerussalem. Setelah beberapa tahun mengabdi dan berdakwah di wilayah ini, Sunan Kudus tutup usia.
8. Sunan Muria
Beliau merupakan putra dari Sunan Kalijaga sekaligus Wali Songo termuda. Nama lain dari Sunan Muria adalah Raden Umar Said dan Raden Prawoto. Selain sosok penting dalam persebaran Islam di Jawa, Sunan Muria juga tokoh penting dalam Kesultanan Demak.
Meski berada dalam lingkaran penting Kesultanan Demak, Sunan Muria justru memilih untuk menetap di daerah jauh dari pusat pemerintahan. Beliau memilih tinggal di kawasan Gunung Muria, sisi timur laut Kota Semarang.
Cara dakwah Sunan Muria juga menggunakan cerita wayang seperti yang dilakukan oleh ayahnya dahulu. Dakwahnya pun meluas sampai ke kawasan Jepara, Tayu Juwana. hingga sekitar Kudus. Pada 1551 Masehi, Sunan Muria wafat dan makamnya berada di lereng Gunung Muria, di kawasan atas permukaan laut.
9. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati bernama asli Syarif Hidayatullah. Beliau merupakan Wali Songo sekaligus Sultan Cirebon dengan gelar Susuhunan Jati. Beliau pun adalah cucu Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Sunan Gunung Jati kecil telah menekuni ilmu agama dan bahkan belajar di Mekah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Athaillah Al Syadzii. Beberapa tahun kemudian, sang guru memintanya pulang dan berguru ke Syekh Maulana Ishak di Aceh. Beliau memenuhi dan terus mengembara hingga ke Pesantren Ampel Denta.
Sunan Ampel kemudian memintanya berdakwah di kawasan Cirebon mengganti Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung. Setelah banyak masyarakat Cirebon memeluk Islam, Sunan Gunung Jati melanjutkan dakwahnya ke Banten.