travelnesia.id, MERAUKE – Sepanjang jalan di Papua Selatan, terdapat gundukan tanah yang menarik perhatian, disebut “Musamus” oleh warga Merauke. Ini merupakan sarang semut dengan bentuk unik mirip arca atau stalakmit goa, memiliki tinggi bervariasi hingga dua meter. Warna gundukan ini bervariasi antara coklat kemerahan dan kuning kecoklatan.
Musamus, selain sebagai tempat tinggal semut, juga berfungsi sebagai ventilasi yang menjaga suhu tetap stabil. Terletak sekitar 70 kilometer dari pusat Kabupaten Merauke, kawasan Distrik Kurik memiliki beragam Musamus dengan ketinggian yang bervariasi. Wilayah ini dikenal dengan nama “Wisata 1.000 Musamus Salor Indah,” menampilkan hamparan rumput hijau yang dipenuhi Musamus, bahkan mencapai ketinggian hingga 3 meter.
Meskipun pengunjung diperbolehkan mendekat, mereka diingatkan untuk tidak menyentuh Musamus demi melindungi mahakarya alam ini. Tempat wisata ini bermula sekitar tahun 2019 ketika sekelompok peneliti meneliti Musamus dan menghitung jumlahnya, sekitar 1.000 buah. Ide untuk mengembangkan kawasan ini sebagai tempat wisata muncul dan diperkenalkan melalui media sosial.
“Musamus ini juga sudah ada bertahun-tahun, ini ada yang bahkan tingginya 3 meter. Usianya ada yang sampai 20 tahun. Terus tumbuh sampai segede ini. Hanya ada di Merauke,” kata Darmadi saat ditemui di lokasi, Selasa (14/11).
Musamus di Salor menarik perhatian dengan jumlah yang banyak dan lanskap alam yang indah, mirip Savana Afrika. Namun, ada beberapa Musamus yang rusak karena tindakan pengunjung yang menyentuhnya. Darmadi mengatakan bahwa pemerintah setempat berencana untuk memagari setiap Musamus sebagai langkah perlindungan.
“Perawatannya gampang, asal tidak bersentuhan dengan tangan manusia, supaya tidak mati. Rumputnya juga yang ada di sana tidak perlu kita tanggalkan, biarkan seperti itu, supaya nanti dipakai untuk pertumbuhannya,” kata dia.
Wisata 1.000 Musamus tidak memungut biaya retribusi masuk. Pada akhir pekan, tempat ini sering dikunjungi oleh wisatawan dari kota, meskipun jumlah pengunjung harian saat ini menurun dibandingkan saat pertama kali diresmikan.
Saat ini, rata-rata hanya 40-100 orang yang mengunjungi tempat seluas 29 hektar ini setiap minggunya. Darmadi merasa tidak ada inovasi yang signifikan, menyebabkan jumlah wisatawan stagnan bahkan menurun.
“Sekarang ya memang cenderung sepi, karena di sini enggak ada perubahan, tidak ada pembaruan yang lain kan,” ujar Darmadi. (*)