Tavelnesia.id – Sejumlah warga Desa Igirmranak, Kecamatan Kejajar melaksanakan Merti desa dalam menyambut datangnya Bulan Muharam sekaligus memeriahkan HUT RI ke 77. Merti Bumi tak hanya sebagai upaya melestarikan budaya, namun juga menyiratkan pesan untuk mejaga alam.
Merti Bumi menjadi agenda tahunan sejak tujuh tahun yang lalu. Rangkaian acara dimulai dengan penyerahan panji-panji, pembacaan sejarah desa, pembacaan filosofi tumpeng dan tenong, macapat, pangkur, geguritan, sendratari. Acara diakhiri dengan kembul bujana atau makan bersama.
Kepala Desa Igirmranak Joko Trisadono menjelaskan, pelaksanaan Merti desa tahun ini berlangsung sederhana. Pihaknya tidak mengundang banyak pihak, lantaran antisipasi virus covid 19.
“Kami melibatkan kader kelembagaan desa, pemuda dan warga yang mau ikut saja. Biasanya kami laksanakan di lapangan, tapi ini kan masih dalam situasi pandemi jadi tidak semeriah sebelum-sebelumnya,” kata Joko kepada Suara Merdeka, Kamis (11/8).
Pelaksanaan Merti Desa
Merti desa, lanjut Joko dilaksanakan dalam menyambut Bulan Muharam sekaligus memeriahkan HUT RI ke 77. Selain itu sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah. Tak hanya itu saja, acara ini juga terselip pesan agar masyarakat selalu menjaga kelestarian alam.
“Dewasa ini pertanian di desa kami beralih ke komoditas kentang. Dampaknya karena pengolahan lahan kentang yang sedemikian rupa dengan kemiringan ekstrim, otomatis tanah terbawa hujan cukup besar,” ucapnya.
Maka dari itu, dari beberapa rangkaian acaranya juga tersirat akan pesan menjaga bumi dan tingkah laku manusia. Mulai dari gerakan tari, geguritan dan tembang pangkur. “Agar masyarakat selalu ingat dengan lingkungan. Karena alam dan manusia itu harus seimbang agar dampaknya bagus bagi kehidupan ke depan,” tutur Joko.
Dikatakan Joko, ada hal menarik yakni dalam membuat tenong yang berisi aneka jenis makanan harus memiliki empat warna, yakni kuning, putih, hitam dan merah. Hal ini melambangkan hawa nafsu manusia yang dalam dikenal dengan istilah amarah, supiyah, aluamah dan mutmainah.
“Misalnya saja warna merah itu menandakan amarah, ada juga yang melambangkan sufiyah yang cenderung orang yang selalu ingin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Intinya manusia harus bisa mengelola empat sifat yang kami gambarkan melalui warna tenong,” terang dia.
Harapan Pelaksanaan Merti Desa
Dia berharap Merti desa ini bisa membangkitkan semangat masyarakat untuk sesarengan mbangun desa atau bersama dalam memajukan desa. Sekali lagi, dia menekankan bahwa dibutuhkan kolaborasi bersama dalam melestarikan lingkungan.
“Kini melalui intervensi yang kami lakukan sudah ada yang menanam tanaman tegak agar mencegah erosi. Selain itu menurut kami harus ada terobosan komoditi lain yang nilai jualnya paling tidak sama dengan kentang,” tukasnya.
Sementara itu, Camat Kejajar Ahmad Fatoni mengapresiasi Merti desa di desa yang diprediksi umurnya sudah mencapai 200 tahun ini. Menurutnya acara ini kaya akan falsafah Jawa yang patut diteladani.
“Upaya pelestarian alam dan budaya perlu diapresiasi. Hasilnya dapat dilihat pada acara seperti ini, di mana semua pelakunya adalah warga desa sendiri,” tutup Ahmad.