Ini Prospek Pariwisata Budaya di Mata Para Pengamat

Ini Prospek Pariwisata Budaya di Mata Para Pengamat

Yogyakarta, Travelnesia.id – Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa terbesar di dunia yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

Bahkan, di beberapa negara, sektor pariwisata menjadi sumber penghasilan utama. Hal itu disampaikan pakar pariwisata, Alistair G. Speirs, dalam sebuah Diskusi ‘Heritage Tourism and Creative Economy’, di Yogyakarta.

Menurut Alistair, pertumbuhan industri pariwisata disebabkan semakin bertambahnya pariwisata museum dan berbagai jenis warisan budaya. Ia pun mengusulkan setiap daerah untuk mempertahankan kekayaan heritage atau warisan budaya sebagai salah satu daya tarik wisata.

“Kebanyakan turis akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menikmati pengalaman berkunjung ke berbagai warisan budaya,” katanya.

Alistair menginformasikan salah satu tujuan wisata yang telah dikemas dengan kualitas sangat baik, antara lain, wisata Candi Borobudur dan Bali. “Borobudur memberikan pengalaman mengesankan bagi pengunjungnya, sedangkan Bali, memiliki daya tarik yang sangat luar biasa,” tutur pendiri Phoenix Communications ini.

Bali dan Borobudur, menurut Alistair, merupakan dua dari 115 tempat yang paling sering dikunjungi wisatawan dunia. Lokasi lainnya adalah Chang Mai-Thailand, Tembok Raksasa-China, Hue-Vietnam, Kyoto-Jepang, dan Rajashtan-India.

Menurutnya, masih banyak warisan budaya lain yang dapat dipromosikan kepada wisatawan. Namun, yang tidak kalah penting adalah bagaimana membuat paket wisata sebagai alternatif tujuan pariwisata. Ia mencontohkan Singapura yang tidak memiliki warisan budaya, tetapi menawarkan paket wisata belanja modern. Lalu Thailand, negara ini menawarkan paket belajar dan plesir melalui ˜Amazing Thailand’.

Adapun pengamat pariwisata dari Universitas Udayana, Bali, Prof Dr I Wayan Ardika MA, menyampaikan pembangunan pariwisata heritage harus diikuti dengan peningkatan kreativitas ekonomi masyarakat lokal.

Ia mencontohkan pembangunan pariwisata warisan budaya di daerah Tenganan Pegeringsingan, Bali, dengan mengangkat bentuk tradisi budaya dan simbol identitas masyarakat setempat. “Hal yang ditawarkan, seperti ritual budaya geringsing, hasil kain tenun geringsing, dan bentuk tulisan manuskrip di daun palem,” tambahnya.

Kendati begitu, pengembangan pariwisata di Tangenan tetap saja menimbulkan dampak negatif dari perluasan area objek wisata.

Pemerintah lokal dan industri pariwisata, menurut Wayan Ardika, seharusnya memberikan perhatian dan pehamaman pada masyarakat lokal untuk meminimalisasi dampak negatif akibat masuknya budaya luar dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. “Dengan itu, pengembangan industri pariwisata bisa berkelanjutan,” ujarnya.(ep)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *