Ada Bajingan di Omah Kecebong Jogja

JOGJA– Datanglah ke Omah Kecebong Jogja sesegera mungkin. Anda akan disajikan Bajingan untuk menyebut penarik gerobak sapi tradisional yang hampir punah. Di sini wisatawan diajak keliling dengan nuansa pedesaan yang pernah dialami pada nenek moyang kita di zaman penjajahan Belanda.

Sejak pagi hari di obyek wisata Omah Kecebong, Desa Kecebongan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta puluhan gerobak sapi dengan “bajingan”-nya parkir untuk menjemput wisatawan. Puluhan wisatawan dari Jakarta baru saja sampai di Yogyakarta. Gerobak sapi ini dulunya menjadi alat trasportasi barang utama di Sleman dan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Kini gerobak sapi tersebut dihias menjadi alat transportasi wisatawan berkeliling desa, menyusuri selokan mataram dan area persawahan.

Dalam satu gerobak sapi, memuat lima sampai delapan wisatawan. Kompas Travel berkesempatan ikut menaiki gerobak sapi bersama wisatawan kala itu. “Selamat pagi! Kita mau keliling desa lewat pesawahan sungai, dengan jarak sekitar lima kilo,” kata Kino (48), “bajingan” yang mengangkut wisatawan.

Sapi yang berjumlah dua di depan pun mulai menarik gerobaknya. Sepintas mungkin Anda membayangkan seperti naik dokar, ternyata sensasinya berbeda. Gerobak yang bukan didesain untuk manusia itu ternyata memberikan sensasi tersendiri saat ditarik sapi. Anda akan merasakan goncangan yang lebih dari dokar, delman, atau pun andong.

Udara segar pesawahan menerpa wajah anda, sejuknya udara pagi di Sleman benar-benar jadi penawar penatnya rutinitas kerja. Hamparan sawah, parit-parit hingga sungai pun kita lewati. Uniknya saat jalan berbelok melewati sisi persawahan sapi akan belok sendiri tanpa diarahkan menggunakan tali. Meski tali diikat ke leher dan hidung kedua sapi, ternyata tidak untuk pengarah. “Setiap hari lewatnya sini, sapi sudah terbiasa. Apalagi kalau rombongan, biasanya ngikut yang sapi depannya,” tutur Kino seperti dilansir KompasTravel.

Sapi yang digunakan untuk menarik gerobak ini punya rentang usia yang berbeda antara kanan dan kiri. Salah satunya harus berusia dewasa sekitar 10 tahun, sedang satunya sapi muda dua-lima tahun. “Ia ini untuk menyeimbangkan tenaga aja. Rata-rata punya satu dewasa satu yang muda,” terangnya.

Sapi yang digunakan ialah sapi jenis PO atau sapi pekerja, lazim disebut sapi jawa di Sleman. Selain menarik grobak, sapi ini terbiasa membajak sawah, setelah usia 15 tahun sapi dipotong untuk kurban Idul Adha. Kino mengatakan, beberapa bagian kereta sapi yang berusia puluhan tahun ini terbuat dari jati, dan beratapkan anyaman bambu. Selain berat juga tentu keras, sayangnya memang tidak ada peredam kejut (shockbreaker) seperti delman.(mag)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *